Aku belum pernah sekalipun
bertemu dengan pemuda sepertinya. Tatapan matanya begitu tajam namun kosong. Dengan tatapan setajam itu
hampir dipastikan setiap orang tak akan berani menatapnya lamat lamat. Apalagi
dia memiliki postur tubuh yang tinggi dan berisi. Di tambah lagi dengan hiasan
tatto berlambang X di lengan kirinya. Rambutnya gondrong dan tak terurus.
Sempurnalah dia dengan kegarangan yang tersirat dari penampilan fisiknya.
Dia adalah pemuda yang sangat
biasa dan mungkin tak seorangpun berniat mengusik hidupnya atau sekedar
bertegur sapa dengannya. Bukan hanya karena penampilan fisiknya yang menakutkan
tapi karena dia bukanlah sosok istimewa yang “layak” di bicarakan banyak orang.
Terlebih bagi orang orang di kampungnya. Siapalah dia yang kabarnya menarik
untuk diperbincangkan? dia teramat biasa sebagai seorang pemuda. Tidak tampan, tidak kaya, tidak punya apa apa
selain sebatas apa yang melekat pada tubuhnya saat itu.
Belakangan ku tau namanya
adalah Suntung. Pemuda dari desa sebrang yang sibuk dengan dunianya sendiri.
Aku mengenalnya karena saat itu, saat aku sendang sibuk memancing. Suntung
datang dengan wajah teduh dan tatapan kosongnya. Berjalan sambil menunduk.
Tidak di hiraukannya semak semak yang menghalangi jalan menuju tempat
pemancingan. Dia tetap berjalan dengan tubuh gontai seperti habis mabuk dan
masih dalam tatapan kosongnya.
Dibawanya seperangkat alat
memancing. Kemudian dia mulai memasangkan umpan pada mata kail pancing
buatannya. Pancing yang ia gunakan terbuat dari bambu. Pancing sederhana yang
selalu menemaninya memancing. Dan umpan yang ia gunakan bukanlah umpan yang
seharusnya. Cukup dengan gumpalan kecil lumut hijau sebagai umpan pamungkas.
Awalnya aku tidak begitu
menghiraukan kedatangan Suntung di tempat pemancingan haji Salman. Aku tengah
asik menata mimpi mimpiku lewat lamunan, lalu sejenak lamunanku buyar. Aku
kaget ! pancinganku bergerak dan sepertinya umpan ku telah dimakan mangsa.
Segera ku tarik pancinganku itu cepat cepat. Dan.....................kecewa!
bukan ikan yang ku dapatkan. Ternyata mata kailku tersangkut oleh kail milik
Suntung. Sesaat tatapan kami sejurus lalu kemudian dia buru buru mengalihkan
tatapannya.
Dari sanalah aku mulai tertarik
untuk mengenalnya lebih jauh. Ada banyak tanya yang memenuhi kepalaku saat aku
kembali menatap Suntung dari arah berlawanan. Suntung tepat berada di hadapanku
yang hanya di pisahkan oleh empang kecil milik Haji Salman. Aku jadi penasaran apa
yang membuat pemuda bertatto X itu begitu datar. Menatap kosong apapun yang di
hadapannya. Tanpa ekspresi. Tanpa senyum, apalagi sapa. Tanpa banyak bicara.
Aku tahu, pasti ada sesuatu
yang membuat Suntung seperti itu. Suntung yang malang. Pemuda dari desa sebrang
yang sangat di segani banyak orang, bahkan oleh Haji Salman sekalipun. Tapi
sebelumnya aku tak pernah tahu kalau yang berada di hadapanku ini adalah pemuda
yang dulu sangat disegani itu. Pemuda yang di sayangi orang banyak. Entah
kemana semua pesonanya kini? Yang tersisa darinya hanya sirat kemalangan. Tiada
lagi sapa para tetangga pun termasuk sanak famili. Terbuang. Terabai. Itulah
Suntung kini.
Masih dengan sejuta tanya , aku
memberanikan diri mengikutinya dari belakang sampai tibalah ia di sebuah gubuk
yang hampir rubuh. Atapnya hanya dari beberapa helai jerami dan daun kelapa
kering yang disusun berjejer rapih. Biliknya terbuat dari bambu dengan di balut
koran dan majalah sisa. Tak perlu ku
jelaskan lagi tentang kondisi rumah ini, yang kalau di Jakarta sudah tak akan
di huni manusia. Ini lebih layak dikatakan seperti “kandang” daripada tempat
tinggal.
Miris. Apa tinggal di tempat
seperti ini mampu membuatnya merasa nyaman ? di ruang yang berukuran tidak
lebih dari 3 x 4 meter ini. Saat aku masih terpaku memperhatikan seluruh sudut
di ruang ini, Suntung keluar dan masih dengan tatapan tajam nan kosongnya dia
melewatiku tanpa sepatah katapun. Bagaimana mungkin dia bisa seacuh itu
terhadap tamu yang berdiri mematung di hadapannya seperti ku ini?
Ahh Suntung, itulah mengapa aku
begitu tertarik denganmu. Mengenalmu lebih jauh lagi . Entah magnet apa yang
sudah kau lepaskan ini hingga aku semakin tertarik mengenalmu dari sisi mu.
Mengenalmu tak hanya dari sudut ku sendiri atau banyaknya cerita orang di
luaran sana.
Saat pagi kembali menyapa
bayangan Suntung masih dengan tatapan tajam nan kosongnya kembali hadir. Kali
ini dengan sedikit senyuman. Suntung tersenyum padaku ? apa mungkin selama ini
dia tau bahwa aku begitu terpikat dengannya. Begitu tertarik memaksa masuk
dalam masa lalunya. Dan senyumnya begitu hangat, sangat bersahabat. Tidak
seperti aslinya yang terlihat kasar dan menatappun rasanya enggan.
Oia, aku lupa memperkenalkan
diri. Namaku Aden, Ahmad Denya (Aden its mean A(hmad) den (Denya) bukan De-nya
tapi Den-Ya. Nama ini ku dapat sejak lahir dari kedua orang tuaku. Entah apa
arti dari kata Den-Ya. Yang pasti nama itu selalu memberiku kebanggaan
tersendiri walau terdengar agak aneh. Selalu ada suntikan penyemangat ketika
orang memanggilku dengan nama itu..Den-Ya, rasanya seperti jadi orang paling
beken seantero ..hehehe.
Sejak berstatus sebagai pelajar
berseragam putih abu abu. Aku mulai gemar menyendiri. Memperhatikan banyak hal
dan tentu saja itu termasuk Suntung, pemuda yang membuatku begitu tertarik
mengetahui kisah dibalik sikap dan prilakunya kini. Aku tau betul bahwa orang
orang sepertinya adalah orang orang special yang di takdirkanTuhan untuk ku .
untuk kami yang haus akan misteri kehidupan. Dan asal kalian tau, sebenarnya
tidak ada yang tersia di muka bumi ini.
Semua terjadi dengan makna . membawa pesan, hanya saja kita sering tak memahami
makna di balik tiap kejadian. Lagi lagi inipun termasuk tentang Suntung.
Aku anak pertama dan satu
satunya di keluarga ku.
--to be continued
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar