***
Mana ada seorang gadis yang menolak menjadi seperti
ibunya kecuali dia. Namanya Syifa, anak pertama dari tiga bersaudara. Gadis
kecil yang cantik, sama seperti mamahnya. Dia pintar, berani, dan tentu saja
mandiri. Syifa sangat menyayangi mamahnya. Usianya kini baru menginjak angka
lima sedang kedua adiknya baru berumur 3 tahun dan 8 bulan. Pagi itu langit
nampak sangat indah, teduh dan bersahabat. Persis seperti keadaan didalam
rumahnya. Teduh, indah dan bersahabat. Mamah selalu memberikan cinta untuk
ketiga anaknya, mengurus mereka dengan penuh kasih dan tentu saja tidak ada bunda
yang tidak menyayangi anaknya sendiri.
Tapi beberapa detik kemudian semua berubah, menjadi mimpi
buruk yang nyata. Ibunya pergi tanpa sepatah katapun. Pergi begitu saja
meninggalkan dia yang sedang asik bermain di rumah tetangga dengan kedua
adiknya. Syifa tak pernah tau kemana mamahnya pergi. Yang ia tau, mamah akan
kembali menjemputnya. Tapi mamah tak pernah kembali, tidak kini dan mungkin nanti.
Sejak ibunya pergi, tinggallah seorang diri ayah mengurus
segalanya. Memang tak ada yang sehebat bunda dalam mengurus rumah tangga.
Terbukti. Laki-laki sehebat ayahpun tak mampu. ayahnya sering sekali marah
untuk kesalahan – kesalahan kecil yang dibuat oleh ketiga anaknya. tapi
bukankah marah adalah cara kebanyakan para ayah mengungkapkan kecintaan pada si
buah hati. Bukan dendam yang bersamayam dalam dada para ayah, namun cinta.
Kemarahan adalah wujud dari rasa cinta yang memuncak yang tak tau harus
diungkapkan dengan cara apa lagi. Ini bagi kebanyakan ayah.
Lima tahun berlalu, dia tak juga menemukan penjelasan
yang bisa ia pahami. Sering ia bertanya pada sang ayah.
“ Pak.... mamah kemana pak? Kenapa mamah pergi ninggalin kita?” . Bungkam!
Tak ada sedikitpun penjelasan berarti untuk bisa dipahami gadis kecil itu.
Menengadah ke arah langit luas. Mencoba bertanya pada langit, mengapa mamah
pergi?. Hingga waktu terus berjalan tanpa pernah memberikan penjelasan apapun.
Berlalu begitu saja, tapi dia sungguh teramat kecil untuk memahami arti
perpisahan. Perpisahan yang menyakitkan karena dia tak pernah menemukan jawaban
atas apa yang ia rasakan.
Dan demi kata itu. Perpisahan. Dia kini menjadi gadis kecil yang kuat.
Mengurus rumah tangga telah dia jalani sejak lima tahun lalu saat ibunya pergi
begitu saja meninggalkan dia dan kedua adiknya. Lima tahun adalah waktu yang
lama untuk sebuah penantian. Dan Syifa tau betul bagaimana rasanya memendam
rindu pada sosok hangat yang selama lima tahun lalu telah menjaganya dengan
penuh kasih.ibu.
Perpisahan adalah kata yang sangat tak ingin dilalui oleh kebanyakan dari
kita(orang dewasa) tapi tidak untuk Syifa. Dia telah mengenal kata itu jauh
sebelum nalarnya bisa memahami hikmah dari kata perpisahan. Dia hebat. Gadis
kecil yang hebat. Waktu akan menghapus luka dan begitulah yang terjadi kini. Dia tak lagi dirundung
duka akan kepergian bunda disisinya.
Lima tahun berjalan sejak perpisahan itu. Sekarang ayahnya telah memilih
untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak 3. Itu artinya Syifa akan memiliki
sosok hangat nan penyayang itu lagi. Yang akan menyayanginya dengan penuh cinta
dan kasih –mungkin-. Yang tidak akan menelantarkannya lagi –mungkin-.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar